Peringati Ulang Tahun Kenaikan Takhta Sri Sultan Hamengku Buwono X dan GKR Hemas, Keraton Yogyakarta Gelar Rangkaian Agenda Istimewa - Jogja Berkabar
BeritaBudaya

Peringati Ulang Tahun Kenaikan Takhta Sri Sultan Hamengku Buwono X dan GKR Hemas, Keraton Yogyakarta Gelar Rangkaian Agenda Istimewa

Bagikan:

Keraton Yogyakarta,(Jogjaberkabar.com) – Kamis (07/03/2024) – Setiap tanggal 7 Maret diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Kenaikan Takhta Sri Sultan Hamengku Buwono X dan GKR Hemas. Pada tahun 2024 ini, bertepatan dengan 35 tahun bertakhta, Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat kembali menggelar serangkaian agenda istimewa untuk memperingati Tingalan Jumenengan Dalem (Peringatan Kenaikan Takhta Sri Sultan Hamengku Buwono X dan GKR Hemas). Acara dimulai dari Kirab Trunajaya pada Kamis (07/03), Pembukaan Pameran Temporer Abhimantrana (08/03), dan Simposium Internasional Budaya Jawa pada Sabtu dan Minggu (09-10/03).

Kirab Trunajaya – Kamis, 7 Maret 2024
Bertepatan dengan hari ulang tahun ke-35 penobatan Sri Sultan Hamengku Buwono X dan GKR Hemas dalam tahun masehi, akan digelar Kirab Trunajaya. “Kami rencanakan para penari Beksan Trunajaya yang esok tanggal 8 tampil dalam Pembukaan Pameran Abhimantrana akan berpawai dari di sepanjang jalan Malioboro hingga sampai di Keraton Yogyakarta,” ungkap KPH Notonegoro penghageng Kawedanan Kridhamardawa yang juga menjabat menjadi penghageng Kawedanan Kaprajuritan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Kirab Trunajaya dimulai pada pukul 16.00 WIB dengan titik awal di kantor DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan diawali serangkaian seremoni dipimpin oleh KPH Notonegoro sebagai manggala yudha prajurit Keraton Yogyakarta. Adapun untuk peserta pawai, tak hanya diikuti oleh para penari Beksan Trunajaya yang berkuda saja, namun juga akan diikuti oleh bregada prajurit Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Selain itu, Kirab Trunajaya akan dimeriahkan juga oleh 10 Kalurahan Budaya yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta.

“Sepuluh kalurahan budaya akan turut meramaikan, ada dari Kalurahan Budaya Sidoluhur, Parangtritis, Jatimulyo, Terban, Ngeposari, Wonosari, Gedongkiwo, Tamanmartani, Tuksono, dan Mulyodadi. Setiap kalurahan budaya ada 30 peserta, jadi dari 10 kalurahan budaya ini saja pesertanya sudah 300 orang,” ungkap MJ. Renggowaditro selaku pimpinan produksi Kirab Trunajaya mengenai peserta pawai.

Acara Kirab Trunajaya ini tentunya dapat disaksikan oleh masyarakat secara umum dan gratis. Meski begitu terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, “Karena kirabnya akan melibatkan kuda, kami imbau untuk semua yang akan menonton bisa berhati-hati, terutama yang membawa anak-anak. Kemudian jangan membuka payung dan untuk mengambil gambar terutama menggunakan drone tolong jangan terlalu dekat dengan kudanya,” imbau GKR Hayu, putri keempat Sultan yang merupakan penghageng Kawedanan Tandha Yekti.

Pembukaan Pameran Abhimantrana, Upacara Adat Keraton Yogyakarta Sebagai agenda tahunan dalam rangka Mangayubagya Tingalan Jumenengan Dalem (Peringatan Kenaikan Takhta) Sri Sultan Hamengku Bawono Ka-10 dan GKR Hemas, Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat Kembali menggelar pameran awal tahun. Tahun 2024 ini pameran temporer mengambil tajuk Abhimantrana, Upacara Adat Keraton Yogyakarta.

Keraton Yogyakarta sebagai penerus Dinasti Mataram terus melestarikan berbagai upacara adat. Selain sebagai penanda kekuasaan, upacara adat berfungsi pula untuk memperingati hari besar keagamaan, rangkaian upacara daur hidup, upacara yang bersifat keseharian, seperti patuh padintenan. Pada masa kolonial, keraton juga kerap menggelar upacara yang bersifat politis, seperti tedhak lodji, agustusan, hingga pisowanan ageng. Adapun teknis pelaksanaan pameran ini berada di bawah koordinasi Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Nitya Budaya.

Pameran ini menjadi sajian dari pelbagai upacara adat yang digelar di Keraton Yogyakarta, terutama yang berkaitan dengan fase daur hidup dari Manusia Jawa. Upacara adat dilakukan untuk memohon keselamatan dan keberkahan yang lebih luas. Setiap tahapan dalam perayaan upacara adat mengajarkan untuk kehidupan yang lebih berkesadaran. Berbagai filosofi dari upacara adat di Keraton Yogyakarta sangat terkait dengan pemaknaan keselarasan alam, asal dan tujuan hidup, hingga kesatuan antara raja, rakyat, dan penciptanya. Tahapan demi tahapan dalam upacara adat dibangun dari beragam makna yang berkelindan. Tidak hanya aktivitas dalam upacara adat, perihal waktu upacara hingga ubarampe atau perlengkapan dan komponen dalam upacara adat pun mengandung maksud khusus.

Melalui gelaran pameran ini, Keraton Yogyakarta mengundang masyarakat untuk kembali menggali sejarah, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan Budaya Jawa, secara khusus keraton Yogyakarta. Dengan konsep ingin menampilkan upacara adat yang ada di Keraton Yogyakarta dengan ruang informasi bagi pengunjung dalam membaca dan menafsirkan pelestarian budaya yang dikontekstualisasikan dengan potret hari ini.

Pahargyan pembukaan pameran akan dilaksanakan pada 8 Maret 2024 dengan menghadirkan pertunjukan Beksan Trunajaya pada pukul 18.00 (open gate) di Kagungan Dalem Pagelaran Keraton Yogyakarta. Sementara untuk pameran dapat dikunjungi mulai 9 Maret 2024 hingga 28 Agustus 2024 setiap hari Selasa sampai dengan Minggu pukul 08.30-14.00 WIB di Kagungan Dalem Gedhong Sarangbaya, Kompleks Kedhaton Keraton Yogyakarta.

Melalui sumber yang disampaikan oleh Penghageng Kawedanan Kridhamardawa KPH Notonegoro, Beksan Trunajaya merupakan sebuah mahakarya seni tari Yasan Dalem (ciptaan) Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792). “Sejak tahun 2019, setiap tanggal 7 Maret, kami selalu menampilkan beksan-beksan seperti ini untuk pembukaan pameran. Sewaktu itu (tahun 2019) Beksan Trunajaya hanya ditampilkan sepenggal, yaitu Lawung Ageng saja. Lalu pada tahun 2020 setelah persiapan dan latihan sebetulnya Beksan Trunajaya akan ditampilkan, namun terjadi pandemi sehingga ditunda, hingga akhirnya akan ditampilkan sewaktu Pembukaan Pameran Temporer Abhimantrana, setelah melalui persiapan selama 4 tahun,” ungkap Kanjeng Noto.

Karya ini terinspirasi dari perlombaan watangan, yakni latihan ketangkasan berkuda dan memainkan tombak yang biasa dilakukan oleh Abdi Dalem Prajurit pada masa lalu. Perlombaan ini dilakukan tiap hari Sabtu atau sering disebut Seton, menggunakan lawung sebagai senjata untuk menjatuhkan lawan dan diadakan di Alun-alun Utara dengan menggunakan Gamelan Kanjeng Kiai Guntur Laut dan Gendhing Monggang. Selain faktor perlombaan watangan, Beksan Trunajaya dilakukan oleh Bregada Nyutra, bregada terpanjang yang ada di Keraton Yogyakarta. Bregada tersebut dibagi menjadi beberapa seksi, yakni Tambak Boyo, Waning Boyo, Waning Pati, Sumoatmojo dan Trunajaya. Masing-masing seksi tersebut memiliki dan menggunakan senjata yang berbeda-beda. Secara khusus, permainan watangan dimainkan dengan seksi prajurit paling akhir, yakni Trunajaya yang menggunakan senjata lawung.

Beksan Trunajaya terdiri dari Lawung Alit, Lawung Ageng, dan Sekar Medura. Peran penari pada Lawung Ageng dan Lawung Alit hampir sama dan menggunakan lawung, yang terdiri dari Botoh, Lurah, Jajar, Ploncon dan Salaotho. Hanya yang membedakan pada adanya adegan seperti layaknya taruhan pada Lawung Alit. Sedangkan Sekar Medura merupakan puncak dari Beksan Trunajaya, yang dimana menggambarkan pesta setelah latihan dan perlombaan watangan. Gerakan-gerakan Beksan Trunajaya mengandung unsur heroik, patriotik, dan berkarakter maskulin. Dialog yang digunakan dalam tarian merupakan campuran dari bahasa Madura, Melayu, dan Jawa. Dialog tersebut umumnya adalah perintah-perintah dalam satuan keprajuritan.

Pembukaan Pameran Abhimantrana dengan menampilkan Beksan Trunajaya bisa disaksikan langsung dengan pembelian tiket secara online maupun on the spot. Sedangkan Pameran Abhimantrana sendiri dapat dikunjungi sesuai jam operasional kunjungan wisata Keraton dengan HTM wisata Keraton yakni sebesar Rp15.000 (domestik) dan Rp20.000 (mancanegara).

International Symposium on Javanese Culture 2024: Traditional Ceremonies in the Sultanate of Yogyakarta Tak hanya pameran, serangkaian agenda Mangayubagya Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Bawono X dan GKR Hemas dalam tahun masehi yang diperingati setiap tanggal 7 Maret, juga menghadirkan kembali Simposium Internasional Budaya Jawa. Tahun ini, International Symposium on Javanese Culture 2024 yang digelar oleh Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat mengambil tema “Traditional Ceremonies in the Sultanate of Yogyakarta”, digelar selama 2 hari pada Sabtu-Minggu, 9-10 Maret 2024 di The Kasultanan Ballroom Royal Ambarrukmo Yogyakarta.

Dalam dua hari simposium, para panelis yang terpilih melalui mekanisme call for paper akan memaparkan hasil penelitiannya terkait tema yakni “Upacara Adat di Kesultanan Yogyakarta” dalam 4 sub-tema: sejarah dan politik; seni pertunjukan; daur hidup; dan sosial budaya. Pada pembukaan simposium di hari pertama (09/03) akan hadir pula Srimpi Wiraga Pariskara, Yasan Dalem Enggal (karya baru) Sri Sultan Hamengku Bawono Ka-10 yang akan tampil perdana pada acara tersebut.

“Tarian pembuka dalam simposium besok akan menjadi satu beksan (tarian) yang sangat istimewa, karena Srimpi Wiraga Pariskara ini merupakan karya tari srimpi pertama Ngarsa Dalem sejak beliau bertakhta. Banyak inovasi dan pembaruan yang akan hadir dalam tarian ini, jadi sangat sayang jika dilewatkan.,” ungkap KPH Notonegoro, penghageng Kawedanan Kridhamardawa yang bertanggung jawab atas Srimpi Wiraga Pariskara yang menjadi tarian pembuka dalam acara International Symposium on Javanese Culture 2024 esok.

Pembelian tiket untuk dua hari simposium sebenarnya telah ditutup pada 2 Maret 2024 lalu. Namun demikian, antusiasme yang luar biasa dari masyarakat ini membuat penjualan tiket untuk kategori online melalui Zoom Meeting kembali dibuka mulai 5 Maret 2024, dan akan ditutup pada Kamis, 7 Maret 2024 pukul 23.59 WIB. Pembagian kategori berdasarkan pada peserta dalam dan luar negeri, serta bundling 2 hari ataupun satuan per hari.

“Sebenarnya masa registrasi atau penjualan tiket sudah tutup Sabtu (02/03) kemarin ya. Tapi ternyata ini setelah ada konser Yogyakarta Royal Orchestra di Jakarta kemarin (Jumat-Sabtu, 01-02/03), kami dapat kabar banyak akademisi yang berminat untuk mendaftar, namun sudah tutup. Sementara kuota untuk hadir di lokasi atau onsite sudah penuh, jadi kami buka kembali kesempatan untuk online,” ungkap GKR Hayu, penghageng Kawedanan Tandha Yekti sekaligus ketua panitia pelaksana International Symposium on Javanese Culture 2024: Traditional Ceremonies in The Sultanate of Yogyakarta.

Putri keempat Sultan yang akrab disapa Gusti Hayu ini mengungkap bahwa demi mempersiapkan segala sesuatunya dengan lebih maksimal, segala jenis penjualan tiket untuk simposium hanya dilayani secara online melalui laman symposium.kratonjogja.id.

“Demi kenyamanan bersama, kami tidak melayani transaksi tiket on the spot di Royal Ambarrukmo pada hari H. Kami berterima kasih sekali atas antusiasme masyarakat untuk simposium tahun ini, dan semoga penambahan kuota untuk sesi daring dengan Zoom Meeting ini dapat memfasilitasi teman-teman yang belum sempat mendaftarkan diri sampai dengan tanggal 2 kemarin,” pungkas Gusti Hayu.