
jogjaberkabar – Apa larangan dan pantangan pada Rebo Wekasan? Setiap datangnya bulan Safar dalam kalender Hijriyah, sebagian masyarakat Indonesia, terutama di daerah Jawa, mengingat kembali satu hari yang dianggap istimewa namun sarat kehati-hatian.
Hari Rabu terakhir bulan Safar atau yang dikenal sebagai Rebo Wekasan. Hari ini dipercaya membawa potensi bencana dan kesialan, sehingga masyarakat melakukan berbagai amalan perlindungan sekaligus menjauhi sejumlah larangan yang diturunkan secara turun-temurun.
Tradisi dan keyakinan tentang Rebo Wekasan memang tidak tercatat secara resmi dalam syariat agama, namun hidup subur sebagai warisan budaya dan kearifan lokal yang sarat makna spiritual.
Rebo Wekasan dipercaya sebagai waktu diturunkannya berbagai penyakit dan musibah ke muka bumi, sehingga masyarakat menyambutnya dengan kewaspadaan dan ketenangan.
Lalu, apa saja larangan yang lazim dihindari oleh masyarakat pada Hari Rebo Wekasan?
1. Aktivitas di Luar Rumah
Salah satu larangan yang paling banyak diyakini pada Hari Rebo Wekasan adalah larangan untuk bepergian atau beraktivitas di luar rumah tanpa keperluan yang sangat penting.
Hari ini dianggap dipenuhi oleh energi negatif atau datangnya bala, sehingga keluar rumah hanya dilakukan jika memang benar-benar mendesak. Masyarakat percaya bahwa berada di dalam rumah bisa menjadi bentuk perlindungan dari berbagai musibah yang mungkin terjadi.
2. Pantangan Melakukan Perjalanan Jauh
Melakukan perjalanan jarak jauh, seperti bepergian ke luar kota atau menempuh perjalanan laut dan udara, dianggap tidak bijak pada hari ini.
Banyak orang menunda keberangkatan atau kunjungan penting demi menghindari kemungkinan buruk, seperti kecelakaan atau hambatan tak terduga. Oleh karena itu, hari Rebo Wekasan kerap dijadikan hari untuk berdiam diri dan merenung di rumah.
3. Menjauhi Aktivitas Berisiko Tinggi
Segala bentuk aktivitas yang memiliki risiko kecelakaan, seperti pekerjaan berat atau penggunaan alat tajam, sangat dihindari. Masyarakat biasanya tidak melakukan pekerjaan di ketinggian, tidak mengoperasikan mesin besar, dan tidak melakukan hal-hal yang membutuhkan konsentrasi tinggi.
Semua ini demi mencegah terjadinya kecelakaan yang bisa dianggap sebagai wujud dari turunnya bencana pada hari tersebut.
4. Pesta dan Perayaan
Hari Rebo Wekasan juga diyakini bukan waktu yang baik untuk mengadakan acara besar seperti pernikahan, syukuran, atau pesta lainnya. Beberapa orang bahkan menunda acara penting seperti khitanan atau ulang tahun anak.
Keyakinan yang berkembang adalah bahwa acara yang dilaksanakan pada hari ini cenderung tidak berjalan lancar, atau bahkan bisa membawa kesialan bagi yang mengadakannya.
5. Tidak Memulai Hal Baru atau Membuat Keputusan Penting
Banyak masyarakat yang memilih menunda berbagai inisiatif besar pada Rebo Wekasan. Mulai dari memulai bisnis baru, melamar pekerjaan, menandatangani kontrak, hingga mengambil keputusan besar dalam hidup.
Hal ini dilakukan karena mereka percaya bahwa memulai sesuatu pada hari tersebut bisa membawa hambatan atau kegagalan di kemudian hari.
Tradisi yang Tetap Dilestarikan: Doa dan Selamatan
Meskipun berbagai pantangan dijaga dengan hati-hati, Rebo Wekasan bukan semata-mata tentang larangan. Hari ini juga dijadikan momen untuk meningkatkan ibadah, memperbanyak doa, serta mengadakan acara keagamaan seperti pengajian, tahlilan, dan kenduri selamatan.
Tradisi ini diyakini sebagai bentuk permohonan perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar terhindar dari segala bentuk marabahaya. Bahkan, di sejumlah wilayah, masyarakat masih rutin menggelar ritual khusus, seperti mandi kembang atau doa bersama di masjid-masjid kampung, sebagai bentuk pengusiran energi buruk.
Simbol Ketakwaan dan Kearifan Lokal
Larangan-larangan Rebo Wekasan bukan sekadar mitos kosong bagi sebagian masyarakat, melainkan bagian dari nilai kehati-hatian yang diselubungi keyakinan spiritual. Meskipun belum tentu dibenarkan secara ilmiah atau dalil agama yang baku, namun praktik-praktik ini menunjukkan bagaimana masyarakat menjaga harmoni antara kehidupan dunia dan aspek batiniah mereka.
Bagi mereka yang menjunjung tinggi tradisi ini, Rebo Wekasan bukan hanya tentang menghindari bahaya, tetapi juga tentang memperkuat ikatan sosial dan religius melalui kegiatan ibadah kolektif. Hari ini menjadi ajang introspeksi, mendekatkan diri kepada Tuhan, dan memohon agar kehidupan ke depan dijauhkan dari cobaan berat.
Hari Rebo Wekasan tetap menjadi bagian penting dari budaya masyarakat Indonesia, khususnya di wilayah-wilayah yang masih menjunjung tinggi warisan leluhur. Larangan-larangan yang dipatuhi pada hari ini menunjukkan kesadaran akan pentingnya menjaga diri, baik secara lahir maupun batin.
Apakah Anda meyakini larangan tersebut atau tidak, setidaknya Hari Rebo Wekasan mengajarkan kita untuk lebih tenang, waspada, dan tidak gegabah dalam bertindak. Sebuah pesan spiritual dan budaya yang masih relevan untuk direnungi di tengah hiruk-pikuk zaman modern.
***