WONOSARI – Suara tempaan logam bergema dari Padukuhan Kajar, Karangtengah, Gunungkidul, Senin (21/07/2025), ketika delegasi dari delapan negara peserta Jogja International Kite Festival (JIKF) 2025 bersama para empu lokal menempa sepotong sejarah baru: Pusaka Perdamaian.
Tak sekadar kunjungan budaya, para peserta dari berbagai belahan dunia ini membawa serta potongan logam dari negara masing-masing. Di bawah panduan empu tradisional, logam-logam itu dilebur menjadi satu, menempa pusaka bersama yang menjadi simbol persahabatan dan perdamaian antarbangsa.
“Ini bukan hanya tentang keris atau logam, tapi tentang menyatukan niat baik dari berbagai negara dalam satu karya. Inilah pusaka perdamaian dunia versi Gunungkidul,” kata R.M. Hertriasning, panitia JIKF 2025 sekaligus inisiator program ini.
Kajar, yang selama ini dikenal sebagai kampung pande besi, menjadi saksi hidup bagaimana diplomasi budaya bekerja bukan di ruang konferensi, melainkan di tengah bara dan palu. Para delegasi menyaksikan langsung proses pembuatan peralatan pertanian hingga keris, bahkan ikut menempa sendiri.
Empu Godo, salah satu maestro tosan aji dari Kajar 2, Karangtengah tak kuasa menyembunyikan harunya.
“Untuk hari ini, semua delegasi ikut menempa logam masing-masing. Nantinya, tempaan ini akan saya satukan menjadi satu pusaka perdamaian,” ujarnya lirih namun penuh makna.
Kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian JIKF 2025 yang berlangsung sejak 19 Juli dan akan berakhir 27 Juli di Bantul dan Gunungkidul. Tak hanya menghadirkan layang-layang dari berbagai negara, festival ini menjelma sebagai panggung pertukaran budaya dan penghormatan terhadap warisan lokal.
Delegasi juga membawa pulang cenderamata berupa alat-alat buatan tangan lokal. Namun lebih dari itu, mereka membawa pulang pengalaman batin—tentang tradisi, kerja keras, dan pesan damai dari tanah Jawa yang menyatu dalam sebilah pusaka.
Dengan bara api dan ketukan palu, Gunungkidul mengirim pesan: perdamaian bisa ditempa—dari logam, dari budaya, dari niat baik manusia.(Hari)